GAPURA CANDI
BENTAR
BALI
Disusun oleh:
Hilda Nur Fauziah
54414989
1IA02
UNIVERSITAS
GUNADARMA
ATA 2014/2015
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Indonesia
adalah salah satu negara yang memiliki berbagai macam suku, budaya, dan adat
istiadat dari setiap suku disetiap wilayahnya. Hal ini membuat masyarakat
Indonesia bangga terhadap apa yang negara kita miliki. Meskipun bebeda suku
bangsa tetapi kita tidak membeda-bedakan satu sama lainnya.
Namun,
sangat disayangkan apabila generasi penerus bangsa tidak mengetahui tentang
kebudayaan disetiap suku-suku yang ada di Indonesia. Berhubung seiring berkembangnya
zaman, masyarakat Indonesia sekarang ini lebih tertarik terhadap sesuatu yang
berubungan dengan budaya barat. Terutama di daerah Bali, masyarakat Indonesia
dengan mudahnya bisa mengikuti budaya barat karena Bali merupakan salah satu
objek wisata yang sangat terkenal baik di dalam negeri maupun di luar negeri.
Hal ini menyebabkan pengaruh budaya asing yang tanpa disadari diikuti oleh
masyarakat Indonesia sehingga budaya Indonesia terlupakan dan berganti menjadi
budaya barat. Selain itu
Umumnya
masyarakat Indonesia kurang pengetahuan tentang kebudayaan Indonesia seperti
rumah adat dan nlai-nilai yang terkadandung dari rumah adat terserbut. Karena setiap
bangunan rumah adat mempunyai keuinikan dan daya tarik tersendri dan mempunyai
makna penting bagi daerah itu sendiri.
B. Tujuan
Penulisan
Pembuatan
makalah ini umumnya dilakukan untuk memenuhi tugas Ilmu Budaya Dasar dan memberikan
informasi yang bermanfaat bagi masyarakat Indonesia mengenai kebudayaan Bali.
Terlebih khususnya untuk saya memperoleh informasi tentang makna dari bangunan
Gapura Candi Bentar dan mengetahui fungsi Gapura Candi Bentar yang dihubungkan
dengan ritual atau upacara keagamaan.
BAB
II
TIPOLOGI
BANGUNAN
A. Tipologi Bangunan Perumahan Gapura
Candi Bentar Bali
Gapura
candi bentar ini dapat di simbolkan dengan pintu masuk kepekarangan rumah yang
menjulang tinggi yang memiliki dua bangunan serupa yang saling berhadapaan
dengan tujuan memberikan kesan kokoh terhadap bangunan rumah tersebut. Selain
itu, sebagai ungkapan terima kasih kepada sang pencipta, dan simbol sebuah
ritual dengan ditandai pernak-pernik yang berupa ukiran, pemberian warna pada
bangunan, peralatan serta patung-patung.
Gambar 2.1. Gapura Candi Bentar
Gapura candi bentar adalah
rumah adat provinsi Bali. Perumahan candi bentar ini bukan hanya sekedar rumah,
namun dari setiap bangunan memiliki fungsi masing-masing disesuaikan
berdasarkan tingkat golongan utama, madya dan sederhana (nista).
1.
Golongan
utama adalah bangunan yang diyakini sebagai tempat paling suci sehingga dapat
disimbolkan tempat tinggal dewa atau para leluhur yang sudah meninggal.
a)
Astari
Bangunan utama ini bernama Bale
Sumanggen fungsinya sebagai sanggah. Bangunan segi empat panjang ini memiliki
luas 4x5 meter, dengan tinggi yang hanya sekitar 0,60 meter dan tiga atau empat
anak tangga kearat tanah. Bangunan ini digunakan untuk tempat upacara adat,
tamu dan tempat bekerja serbaguna.
b)
Tiangsanga
Tiangsanga
ini adalah bangunan utama di perumahan utama yang digunakan untuk menerima tamu.
Bangunan ini memiliki bentuk dan fungsi yang sama seperti astasari, namun yang
membedakan kedua bangunan tersebut adalah pada bangunan tiangsanga memiliki
jumlah tiang yang lebih banyak yaitu sembilan.
c)
Sakaros
Sakaros merupakan bangunan utama
untuk perumahan utama. Bangunan ini disebut Bale Murdha yang berfungsi sebagai
bale maten (ruang tidur). Bangunan ini bedenah bujur sangkar dan atapnya
berbentuk limas berpucuk satu yang terdiri dari dua belas tiang dengan pembagian
empat-empat sebanyak tiga deret.
2.
Golongan madia adalah golongan
tengah yang bangunannya disimbolkan dengan strata manusia atau alam manusia
yang diwujudkan dalam bangunan dinding, jendela dan pintu.
a)
Sakutus
Sakutus
adalah bangunan madia yang memiliki fungsi tunggal. Bangunan sakutus ini
merupakan bangunan awal dalam proses pembuatan rumah yang disebut paturon. Bangunan ini berbentuk segi empat panjang
yang luasnya sekitar 5x2,5 meter dan mempunyai delapan tiang, yang kedelapan
tiangnya diarangkai empat-empat menjadi dua bele-bele. Pembangunan atapnya
dibangun dengan system kampiyah bukan limasan yang funsinya untuk sirkulasi
udara. Selain itu, untuk variasi dia atas depan pintu diberi atap tonjolan.
Secara keseluruhan bangunan ini berfungsi sebagai tempat tidur.
3.
Golongan nista adalah golongan
paling bawah dengan bahan bangunan masih menggunakan batu bata atau batu
gunung. Bangunan ini disimbolkan dengan pondasi pada bagian bawah rumah sebagai
penyangga.
a)
Sakenem
Sakenem
adalah bangunan perumahan yang bisa tergolong sederhana dan bisa pula madya.
Bila bahan dan penyelesaiannya secara sederhana maka bangunan sakenem ini
bangunan yang digolongkan sederhana. Sedangkan untuk bangunan sakenem yang
digolongkan madya adalah bila bahan dan penyelesaiannya dengan madya. Bangunan
ini berbentuk segi empat panjang dengan luas 6x2 meter yang terdiri dari enam
tiang berjajar tiga-tiga yang disatukan oleh bale-bale dan atapnya dibangun
secara kampiyah atau limasan. Secara umum bangunan ini berfungsi sebagai
sumanggen.
b)
Sakepat
Bangunan
sakepat ini adalah bangunan sederhana yang digunakan untuk tempat tidur
anak-anak yang berbentuk segi empat dengan luasnya sekitar 3x2,5 meter dan
memiliki empat tiang.
c)
Padma
Padma
adalah bangunan khusus untuk tempat pemujaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Padma
ini memiliki bentuk bangunan yang lengkap yang disebut padmasan dengan bentuk
dasarnya adalah bujur sangkar berdimensi 3x3 meter dan tingginya 5 meter.
d)
Gedong
Gedong
adalah bangunan yang bentuknya serupa dengan tugu. Untuk bagian atap
menggunakan alang-alang.
e)
Meru
Meru adalah bangunan yang disebut
dengan atap tumpang karena bangunan ini memiliki atap yang bertingkat-tingkat
dan jumlah atap setiap bangunan selalu ganjil. Bangunan ini sengaja dibangun
untuk tahan gempa.
Gambar 2.2. Perumahan Adat Bali
Gambar 2.3. Rumah Adat Bali
B. Filosofi
dan Tradisi Kehidupan Suku Bali
Candi
bentar merupakan nama sebuah bangunan gapura adat Bali. Candi bentar ini sebuah
bangunan gapura yang berada di Bali yang letakya tepat berdiri di gerbang pintu
masuk kepekarangan rumah karena gapura tersebut dapat disimbolkan “gapura
selamat datang”. Gapura candi bentar adalah gapura yang memiliki dua bangunan
serupa dan sebangun yang berdiri secara terpisah yang dibagian atasnya tidak
memiliki atap penghubung sehingga memisahkan kedua candi tersebut, kedua sisi
gapura tersebut berbentuk simetri cermin atau berhadapan yang membatasi sisi
kiri dan kanan pintu masuk, dan yang menghubungkan kedua gapura tersebut
hanyalah anak tangga dan pagar besi yang berada di bagian dasar dan mengapit
kedua candi tersebut. Bangunan ini memiliki konstruksi dan ornamen-ornamen yang
sesuai dengan tujuan memberikan kesan kokoh terhadap bangunan tersebut.
Bangunan
candi bentar ini yang tak lain mereka sebut adalah “gerbang terbelah”. Bangunan
candi gerbang terbelah ini muncul pertama kali dalam seni bangunan Indonesia
pada zaman Majapahit. Di bekas kota Majapahit sendiri candi bentar adalah candi
yang sangat besar yang mereka sebut Candi Wringin Lawang dan sampai saat ini
candi Wringin Lawang masih berdiri tegak. Bangungan candi ini banyak dijumpai
di daerah Bali. Selain Bali, bangunan candi gerbang terbelah ini masih bisa
kita jumpai di Pulau Jawa, dan Lombok. Di Jawa Tengah dan Yogyakarta, tepatnya
di kawasan bekas Kesultanan Mataram, seperti yang terdapat pada kompleks
Keraton Solo, Keraton Yogyakarta, dan Pemakaman raja-raja Imogiri, candi
gerbang terbelah semacam ini mereka menyebutnya dengan “supit urang” (“capit
udang”). Meskipun nama keduanya berbeda namun maknanya hampir sama. Supit urang
sendiri mempunyai makna yang mengacu kepada gerbang dengan jalan bercabang dua
dan gerbang yang mengapit kiri dan kanan bangunan pagelaran keratin.
Tradisi
kehidupan suku Bali kita tahu bahwa di Bali sangat terkenal dengan kepercaayaan
dan kebudayaannya hingga saat ini. Mayoritas Bali menganut kepercayaan Hindu
Siwa-Buddha, dan yang lebih mendominasi adalah agama Hindu sebanyak 3,2 juta
umat. Mereka selalu melakukan ritual persembahan kurban, ritual tersebut adalah
salah satu ritual yang selalu dilakukan oleh masyarakat Bali sebelum memulai
proses pembangunan. Ritual ini bertujuan untuk memohon izin pembangunan agar bangunan ini tetap kokoh dan
kuat sampai kelak nanti, permohonan ini tak lepas dari ibu Pertiwi. Bakhan para
pekerja bangunanpun harus melakukan ritual terlebih dahulu sebelum memulai
pekerjaannya agar saat proses pembangunan para pekerja mendapat bimbingan ada
upacara ngaben merupakan symbol kembalinya
manusia kepada Tuhan (Mokshatam Atmanam) dengan mengahanyutkan abu jenazah yang
telah dibakar tersebut.
Gambar
2.4. Upacara Adat Bali
C. Hubungan
Tipologi Bangungan dengan Filosofi Hidup Suku Bali
Hubungan
antara tipologi bangunan dengan filosofi kedihupan suku Bali sangat erat sekali
karena keterkaitan antara kepercayaan dan kebudayaan yang dijalani oleh
masyarakat Bali. Gapura candi bentar
adalah rumah adat provinsi Bali yang dibangun pada zaman Majapahit dengan
arsitektur dua bangunan serupa yang terpisah dan saling berhadapan, gapura
tersebut dapat disimbolkan dengan gapura selamat datang. Pada setiap bangunan
rumah adat Bali memiliki ciri dan fungsinya masing-masing, namun sebelum proses
pembangunan maka masyarakat Bali selalu melakukan ritual dan upacara terlebih
dahulu yang bertujuan agar diberikan kelancaran.
BAB III
KEARIFAN LOKAL
DALAM BANGUNAN
Kearifan lokal pada
bangunan gapura candi bentar ini dapat kita lihat dengan adanya pernak-pernik
yang menghiasi bangungan seperti ukiran, dan patung-patung. Berdasarkan kepercayaan
dan kebudayaannya yang mereka yakini hingga saat ini melakukan ritual keagaaman
dan upacara adat itu hal yang wajib dilakukan dengan maksud untuk
mengekspresikan rasa syukur dan terima kasih kepada sang pencipta atas
perlindungan, kenikmatan yang telah didiapat.
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Jadi
secara garis besar gapura candi bentar adalah bangunan gapura yang letaknya
tepat berdiri menuju ke pekarangan rumah keluarga di Bali. Dalam satu perumahan
tersebut dibangun berbagai ruangan yang disesuaikan berdasarkan fungsinya
masing-masing seperti untuk tempat suci bagi keluarga, tempat untuk memuja roh,
tempat tidur kepala keluarga, gadis, anak laki-laki, serta menyimpan barang
berharga atau digunakan oleh pasangan yang baru menkah, tempat upacara
lingkaran hidup, tempat kerja, tempat memasak, lumbung dan tempat menyimpan
padi atau hasil bumi. Berdasarkan kepercayaan, masyarakat Bali selalu melakukan
ritual pada saat akan melakukan pembangunan dengan tujuan agar diberikan
kelancaran.
DAFTAR
PUSTAKA
diakses tanggal 14 Maret 2015 pukul 07:00.
diakses
tanggal 14 Maret 2015
pukul 07:00.
diakses tanggal 14 Maret 2015 pukul
07:20.
diakses
tanggal 21 Maret 2015 pukul 19:45.
diakses tanggal 21 Maret 2015 pukul 20:00.
https://nujubaliharmoni.wordpress.com/2009/03/19/nilai-kearifan-lokal-pada-pintu-tradisional-bali/ diakses tanggal 21 Maret 2015 pukul 22:15.
diakses tanggal 21 Maret 2015
pukul 22:30.
diakses
tanggal 21 Maret 2015 pukul 22:30.
Komentar
Posting Komentar